Hindari Penundaan Urusan Surat Tanah

Membeli rumah atau properti memang harus teliti. Apalagi jika berurusan dengan sertifikat tanah. Istilah AJB (Akte Jual Beli), HGB (Hak Guna Bangunan), dan Sertifikat Hak Milik menjadi sering terdengar bahkan harus mengikuti proses pengurusannya. Sertifikat tanah tidak jauh berbeda dengan mengurus BPKB Kendaraan Bermotor. Hanya saja, batas waktu pengurusannya sedikit lebih lama dengan berbagai pertimbangan di banyak instansi terkait.

Ada beberapa permasalahan kecil yang timbul ketika Anda kurang perhatian soal urusan sertifikat tanah. Sebut saja Hak Guna Bangunan (HGB). Akte ini memiliki kadaluarsa yang harus diurus setiap batas waktu tertentu. Bila dibiarkan berlarut-larut, biaya yang akan dikeluarkan juga bertambah.

Menurut seorang notaris yang cukup berpengalaman melayani warga Bintaro, Aloysius M. Jasin, SH, urusan surat-surat tanah atau properti jangan ditunda-tunda. "Setiap peristiwa-peristiwa hukum yang mengakibatkan perubahan status kepemilikan atau status tanah, sebaiknya dan seharusnya dibereskan secepatnya. Kalau sampai terlewat akan lebih mahal. Apalagi sampai bertahun-tahun, karena hampir semua biaya tanah dikaitkan dengan NJOP dan value tanah yang terus meningkat," jelas Aloysius yang akrab disapa Aloy.

Seringkali, masalah ini timbul di kemudian hari ketika ingin buru-buru menjual atau meng-agun-kan properti ke bank. "Untuk menghidupkan sertifikat kembali bisa sampai eman bulan. Bayangkan bila harus menjual buru-buru. Untuk orang awam bisa kaget. Jadi jangan ditunda-tunda, segera urus dan balik nama," pesan warga Kasuari Sektor 9.

Check Up Tanah oleh Notaris

Bila pemilik nama di sertifikat meninggal dunia, maka otomatis secara hukum akan terjadi pewarisan. Aloy menyarankan segera mengurusnya menjadi sertifikat bersama. Tentu, setelah jelas siapa ahli warisnya berdasarkan surat keterangan waris. Sama halnya ketika terjadi perceraian yang tidak ada perjanjian pemisahan harta gono-gini.

"Kalau pemilik meninggal, secepatnya diurus menjadi sertifikat bersama ke nama para ahli waris, jangan sampai kemudian hari menjadi masalah. Sama halnya dengan perceraian. Ini bisa menimbulkan permasalahan ketika akan mau menjual. Repot lagi balik nama, karena pembeli cenderung lebih tertarik dengan pemilik langsung yang ada di sertifikat. Konsekuensi lain harga properti turun," jelasnya.

Satu hal lagi yang sering terlewatkan oleh pemilik sertifikat yaitu Proses Roya, bagi yang dulunya menggunakan fasilitas KPR. Proses Roya merupakan proses penghapusan tanda agunan dari bank. "Ini yang sering orang awam lupa. Kebanyakan setelah dapat sertifikat langsung disimpan. Sebenarnya tidak terlalu masalah bila tidak dihapus, tapi saat mau menjual, penghapusan jaminan (Roya) ini wajib dilakukan. Yang dibutuhkan hanya surat tanda lunas dari bank penjamin dan dibawa ke BPN. Satu lagi yang menjadi pertimbangan, biaya Roya sekarang dengan biaya Roya nanti akan berbeda," ujar Aloy.

Bagaimana dengan rumah second ? Menurutnya, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan transaksi beli baru dari developer. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah soal keaslian sertifikat dan masalah-masalah yang timbul di masa depan. Sebaiknya di tahap awal sekali sudah menggunakan jasa notaris pilihan sendiri sebelum transaksi atau membayar uang muka. Keaslian sertifikat harus di-cek, harta warisan atau bukan, harta perceraian atau bukan. Jangan sampai di masa mendatang mendapat masalah. Dalam transaksi properti second, penjual dan pembeli harus bertemu langsung, usahakan tidak hanya diwakili agen.

Peran Notaris dan PPAT sangat penting bagi mereka yang awam dengan masalah sertifikat tanah. Apalagi mereka kurang yakin dengan pelayanan birokrasi. Ada dua pilihan, yaitu diurus sendiri atau ke notaris. Jangan ke biro jasa atau biro perizinan yang tidak jelas.

Bagaimana dengan kepemilikan rumah untuk orang asing ? Ini pertanyaan penting mengingat tidak sedikit mix couples (perkawainan beda warga negara) tinggal di Bintaro. Kebetulan sebelum Bp Aloy praktek notaris 12 tahun lalu, Bp Aloy sudah banyak bersentuhan dengan masalah Hukum Internasional dan orang asing. Waktu itu Bp Aloy adalah Head of Legal Division di International Shipping Company dan beberapa Holding Company Developer besar, jadi sering ketemu masalah seperti ini.

"Sebenarnya tidak masalah, hanya saja statusnya diturunkan dari HGB menjadi Hak Pakai. Kalau istri warga Indonesia dan sepakat tidak ada perjanjian pisah harta atau harta bersama, statusnya diturunkan ke Hak Pakai. Bilamana ada perjanjian tersebut, si istri bisa beli dan statusnya HGB atau Hak Milik. Kalau dua-duanya warga asing, hanya bisa Hak Pakai," terangnya.

Kalau mau dijual lagi atau ada yang mau beli dengan sertifikat Hak Pakai ? "Tidak masalah, tinggal menaikan lagi ke HGB kalau warga Indonesia yang beli. Jika pembeli nya juga warga asing, yang pasti sertifikat Hak Milik tidak bisa," akhirnya.


Source: Kicau Bintaro Mei 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar